SYMBOLIC CONVERGENCE THEORY
SYMBOLIC
CONVERGENCE THEORY
Teori ini menjelaskan
apabila dalam sebuah grup memiliki alam fantasi yang sama, mereka akan
menciptakan kesamaan simbolik. Dari kesamaan simbolik yang terbentuk, lalu
dalam grup tersebut akan terbentuk kekompakan.
DRAMATIZING
MESSAGES: CREATIVE INTERPRETATIONS OF THERE-AND-THEN
Sebuah fantasi
akan bekerja apabila seluruh anggota kelompok sama-sama berantusias
berimajinasi tentang pesan yang menjadi fantasi dalam kelompok tersebut. Contoh
kasusnya adalah terdapat sebuah tim sepakbola yang berasal dari desa. Karena
mereka semua berasal dari latar belakang yang sama, mereka akan satu alam
imajinasi membayangkan bermain sepakbola di stadion, menggunakan sepatu yang
bagus, menggunakan jersey berkualitas, dan lain- lain.
FANTASY
CHAIN REACTIONS: UNPREDICTABLE SYMBOLIC EXPLOSIONS
Rantai fantasi terjadi ketika sebuah pesan yang didramatisir
diterima dengan baik oleh anggota kelompok lainnya, sehingga meningkatkan
intensitas dalam berbagi fantasi yang membuat pemikiran terus berlanjut seperti
reaksi berantai. Contoh kasusnya adalah sebuah perkumpulan judi, menurut mereka
judi tidak berdosa dan menghasikan banyak uang. Karena ini terjadidalam sebuah
kelompok, judi menjadi candu. Sehingga mereka menciptakan fantasi kalau judi
itu menyenangkan dan menghasilkan.
Salah seorang anggota yang menang judi terus memancing anggota
lainnya dengan mengatakan “judi itu menyenangkan namun kalian saja yang mungkin
lagi belum beruntung”. Para anggota yang sepemikiran tentu akan terus
melanjutkan.
FANTASY
THEMES—CONTENT, MOTIVES, CUES, TYPES
Tema fantasi dari sebuah grup itu mencerminkan budaya dari grup
tersebut. Tema fantasi dapat diartikan sebagai dramatisasi pesan yang dapat
berupa lelucon, analogi, words game, dan lain-lain.
SYMBOLIC
CONVERGENCE: GROUP CONSCIOUSNESS AND OFTEN COHESIVENESS
Konvergensi simbolik
adalah dua atau lebih simbol pribadi yang condong ke arah satu sama lain,
datang lebih dekat bersama, atau bahkan tumpang tindih; kesadaran kelompok,
kekompakan. Berbagi
fantasi dalam kelompok menciptakan konvergensi simbolik. efek
kesadaran kelompok adalah kesamaan, pertemuan pikiran, saling pengertian, groupiness, realitas
sosial bersama, dan persekutuan empatik. Konvergensi simbolis meningkatan kekompakan kelompok.
RHETORICAL
VISION: A COMPOSITE DRAMA SHARED BY A RHETORICAL COMMUNITY
Fantasi yang
dimulai dari kelompok kecil bbiasanya tersebar melalui pidato publik, diambil
oleh media massa dan lalu tersebar ke publik luas. Tema fantasi yang sudah
keluar dari kelompok kecil akan dikenal publik dan lalu akan menjadi fantasi
masyarakat luas.
Fantasy
Theme Analysis
Analisis tema fantasi adalah tipe
spesifik dari kritik retrorikal yang terbangun pada dua asumsi dasar. Pertama,
orang membangun realita sosial mereka—sebuah premis yang dibagikan banyak
teoritis interpretif. Kedua, makna motif, dan emosi seseorang dapat terlihat
dalam retrorik mereka. Jadi ketika
komunitas yang besar mencakup visi retoris yang sama, itulah realitas bagi
mereka. Mereka tidak berpura-pura.
Selain menggunakan konsep-konsep SCT dasar
yang sudah dibahas, Bormann menyarankan bahwa kritikus mencari setidaknya empat
point yang hadir di semua visi retoris dalam menganalisis tema fantasi. Point itu adalah :
1. Karakter: Apakah (pahlawan) pelopor untuk didukung dan penjahat
(orang yang tidak sepaham) untuk dipandang rendah?
2.
Plot lines: Apakah karakter bertingkah konsisten dengan visi
retrorikal?
3.
Scene: Bagaimana deskripsi waktu dan tempat menaikkan dampak dari drama?
4.
Agen sanksi (sanctioning agent): Siapa atau apa yang
mengesahkan visi retrorikal?
THEORY
INTO PRACTICE: ADVICE TO IMPROVE YOUR COLLEGE EXPERIENCE
Setelah Anda memahami teori konvergensi
simbolis, Anda mungkin berpikir tentang implikasinya terhadap grup tempat Anda
ikut serta. Tidak peduli apa peran Anda dalam grup, Bormann menawarkan saran
berikut:
•
Ketika kelompok mulai berbagi drama yang menurut Anda akan berkontribusi pada
budaya yang sehat, Anda harus mengambil drama buatlah rantai fantasi.
•
Jika fantasi merusak, menciptakan paranoia kelompok atau depresi, potong “rantai”
itu jika memungkinkan.
•
Untuk membangun kekompakan, gunakan personifi kasi untuk mengidentifikasi
kelompok Anda.
•
Pastikan untuk mendorong berbagi drama yang menggambarkan sejarah grup Anda di
awal pertemuan Anda.
•
Ingat bahwa upaya retoris yang sadar di pihak Anda dapat berhasil memicu reaksi
berantai, tetapi fantasi itu dapat berubah secara tak terduga.
Contoh Penelitian :
KONVERGENSI SIMBOLIK DALAM KOMUNIKASI KELOMPOK
KOMUNITAS STAND UP INDO PEKANBARU
LATAR BELAKANG
Demam stand up comedy di Indonesia
menyebabkan mulai banyaknya bermunculan komunitas stand up comedy di berbagai
daerah, tidak terkecuali di Pekanbaru. Komunitas stand up comedy di Pekanbaru
di kenal dengan nama Stand Up Indo Pekanbaru. Komunitas ini resmi dibentuk pada
tanggal 4 November 2011.
Saat berkumpul, anggota komunitas
menjalin komunikasi lebih intensif. Mereka saling berbagi informasi,
pengetahuan, dan pengalaman tentang bagaimana sesuatu harus dipahami,
dipercaya, dan diaplikasikan bersama sehingga menciptakan kohesivitas dalam kelompok.
Kegiatan saat berkumpul juga dijadikan ajang untuk mengasah kepekaan komedi
(sense of comedy) dari masing-masing anggota komunitas. Rifky mengungkapkan,
pada saat berkumpul, biasanya mereka mengambil suatu tema. Kemudian mereka
mencoba menuliskan berbagai lelucon (jokes) mengenai tema tersebut selama
beberapa menit. Nantinya pihak-pihak yang terlibat akan saling melemparkan
leluconnya dalam bentuk ide, cerita, analogi, gurauan, dan menggunakan
permainan kata (istilah) mengenai tema tersebut, atau yang dikenal dengan
istilah fantasi. Fantasi dalam hal ini lebih diartikan sebagai cerita,
pengalaman, perumpamaan, kenangan masa lalu, bayangan masa depan, atau lelucon
yang memiliki muatan emosi. Fantasi dapat mencakup persitiwa masa lalu anggota
kelompok maupun kejadian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
Lelucon atau fantasi tersebut merupakan hasil dramatisasi pesan dari proses
kreatif dan imajinatif para anggota yang terlibat yang menyebabkan lahirnya
tema fantasi.
Menurut Miller (2002:231 ; Suryadi,
2010:432-433) tema fantasi diartikan sebagai proses dramatisasi pesan — dapat
berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita dan sebagainya — yang memompa
semangat berinteraksi. Tema fantasi merupakan hasil reaksi berantai berbentuk
rantai fantasi yang dibagi bersama di dalam kelompok. Fantasi dalam hal ini
lebih diartikan sebagai cerita, pengalaman, perumpamaan, kenangan masa lalu,
bayangan masa depan, atau lelucon yang memiliki muatan emosi.
Selanjutnya, tema fantasi diekspresikan
dalam sebuah ungkapan, kalimat, atau sebuah paragraf. Biasanya anggota kelompok
yang telah berinteraksi dalam waktu yang cukup lama telah mengembangkan isyarat
simbolik (symbolic cue), yang mana merupakan sebuah kode, ungkapan, slogan,
atau sebuah tanda verbal atau gestur (Cragan dan Shields, 1995; Arianto,
2012:4). Isyarat simbolik merupakan produk lanjutan dari tema fantasi. Isyarat
simbolik ini biasanya menjadi ungkapan (kode) yang hanya dipahami oleh
orang-orang yang sudah lama terlibat dalam interaksi kelompok. Apabila kode
tersebut diungkapkan, maka anggota komunitas akan langsung memaknai kode
tersebut sesuai dengan pemahaman yang telah dibangun terkait dengan tema
fantasinya. Isyarat simbolik inilah yang kemudian menjadi petunjuk pada suatu
tema fantasi.
Ketika pesan didramatisir, maka akan
memicu terjadinya rantai fantasi. Rantai
fantasi merupakan proses ketika pesan yang didramatisir berhasil mendapat
tanggapan dari partisipan komunikasi lainnya, sehingga meningkatkan intensitas
dan kegairahan partisipan dalam berbagi fantasi yang berkembang. Ketika rantai
fantasi tercipta, tempo percakapan menjadi meningkat, antusiasme partisipan
muncul, meningkatnya rasa empati dan umpan balik diantara partisipan komunikasi
(Suryadi, 2010:433). Hal tersebut senada dengan pernyataan Rifky. Ia
menambahkan, komunitas Stand Up Indo Pekanbaru pernah mengadakan perkumpulan
mulai dari malam hari hingga keesokan paginya. Hal itu dikarenakan mereka
membahas yang sesuatu yang tidak penting, yakni apakah HAM itu diperlukan atau
tidak di Indonesia. Dari yang awalnya hanya diskusi biasa kemudian berujung
pada perdebatan konyol dengan nuansa humor. Interaksi di dalam komunitas
menjadi semakin intensif dan menyenangkan yang mengakibatkan mereka jadi lupa
waktu. Diskusi tersebut penuh dengan upaya fantasi yang menarik sehingga
menyebabkan terbentuknya rantai fantasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti
menemukan bahwa interaksi dalam komunikasi kelompok komunitas Stand Up Indo
Pekanbaru dalam jangka waktu yang cukup lama membawa kepada pemahaman
komunikasi yang hanya berlaku di komunitasnya. Inilah yang kemudian oleh Ernest
Bormann disebut sebagai konvergensi simbolik. Bormann menyatakan bahwa teori
konvergensi simbolik adalah teori umum yang mengupas tentang fenomena pertukaran
pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya
makna, motif dan perasaan bersama (Hirokawa dan Pole, 1986:219; Suryadi,
2010:430). Bormann (1990:106 ; Suryadi, 2010:431) mengartikan istilah
konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari
dua atau lebih individu menjadi saling bertemu, saling mendekati satu sama lain
atau kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik sendiri terkait
dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran dan menanamkan makna
kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang tengah dialami, atau bahkan
tindakan yang dilakukan manusia (Bormann, 1986:221; Suryadi, 2010:431).
Konvergensi terjadi ketika masing-masing atau beberapa orang mengembangkan
dunia simbolik pribadi mereka untuk saling melengkapi, sehingga mereka memiliki
dasar untuk menciptakan komunitas, untuk mendiskusikan pengalaman bersama, dan
untuk menciptakan pemahaman bersama (William, Benoit L. et. al, 2001:380-381;
Arianto, 2012:3).
Fenomena konvergensi simbolik inilah
yang terjadi di dalam komunikasi kelompok komunitas Stand Up Indo Pekanbaru.
Pemahaman bersama dalam kelompok mampu meningkatkan kesadaran sosial serta
memelihara kohesivitas kelompok. Apalagi anggota komunitasnya adalah orang-orang
yang memiliki selera humor yang baik. Sehingga mereka lebih kreatif dan
imajinatif dalam mendramatisir cerita suatu kejadian, peristiwa, tindakan,
lambang, maupun simbol-simbol lainnya saat berinteraksi. Kemampuan tersebut
menjadikan interaksi di antara mereka dipenuhi dengan upaya dramatisasi pesan
yang menarik. Kekompakan yang dijaga melalui interaksi antar anggota menjadikan
komunitas itu dapat bertahan hingga saat ini. Hal itulah yang menjadi
ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian terkait proses konvergensi
simbolik dalam komunitas tersebut dengan judul “Konvergensi Simbolik dalam Komunikasi Kelompok Komunitas Stand Up Indo
Pekanbaru”
TEORI
Teori Konvergensi Simbolik Ernest
Bormann menyatakan bahwa teori konvergensi simbolik adalah teori umum yang
mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok
yang beimplikasi pada hadirnya makna, motif dan perasaan bersama (Hirokawa dan
Pole, 1986:219; Suryadi, 2010:430). Bormann (1990:106 ; Suryadi, 2010:431)
mengartikan istilah konvergensi sebagai suatu cara dimana dunia simbolik
pribadi dari dua atau lebih individu menjadi saling bertemu, saling mendekati
satu sama lain atau kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik
sendiri terkait dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran dan
menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang tengah dialami,
atau bahkan tindakan yang dilakukan manusia (Bormann, 1986:221; Suryadi,
2010:431). Konvergensi terjadi ketika beberapa orang mengembangkan dunia simbolik
pribadi mereka untuk saling melengkapi, sehingga mereka memiliki dasar untuk
menciptakan komunitas untuk mendiskusikan pengalaman bersama, dan untuk
menciptakan pemahaman bersama (William, Benoit L. et. al, 2001:380-381;
Arianto, 2012:3).
Bormann juga menyebutkan dua asumsi
pokok yang mendasari teori konvergensi simbolik. Pertama, realitas diciptakan
melalui komunikasi. Dalam hal ini komunikasi menciptakan realitas melalui
pengaitan antara kata-kata yang digunakan dengan pengalaman atau pengetahuan
yang diperoleh. Kedua, makna individual terhadap simbol dapat mengalami
konvergensi (penyatuan) sehingga menjadi realitas bersama. Realitas dalam teori
ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita-cerita yang menerangkan
bagaimana sesuatu harus dipercayai oleh orang – orang yang terlibat di
dalamnya. Teori konvergensi simbolis banyak digunakan untuk menganalisis proses
komunikasi dalam konteks kelompok seperti aktivitas pembuatan keputusan dalam
kelompok, budaya kelompok, identitas dan identifikasi kelompok hingga peneguhan
kohesivitas kelompok (Wilson dan Hanna, 1993; Frey dan Poole, 1999). Teori
konvergensi simbolis memberikan pemahaman bahwa obrolan, lelucon, atau gosip
yang dilakukan dalam suatu kelompok memiliki fungsi kohesivitas dan penguatan kesadaran
kelompok.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses
Pembentukan Tema Fantasi dalam Komunikasi Kelompok Komunitas Stand Up Indo
Pekanbaru
Berdasarkan hasil penelitian lapangan,
peneliti menemukan saat itu sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) macam tema
fantasi dalam komunikasi kelompok komunitas Stand Up Indo Pekanbaru. Tema
fantasi tersebut terdiri dari inside joke dan nilai-nilai yang dipahami bersama
oleh anggotanya. Inside joke merupakan lelucon yang hanya dipahami oleh
orang-orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi kelompok. Inside joke
biasanya seputar ejekan atau senda gurau di antara anggota komunitas terhadap
seorang individu. Hal-hal yang ditertawakan bisa dari segi kejadian yang
dialami, tindakan, serta sikap dan perilaku yang dimiliki oleh si individu itu
sendiri. Dari senda gurau awal itulah mulai terjadi proses dramatisasi pesan
mengenai individu yang dibicarakan. Proses dramatisasi pesan tersebut biasanya
dengan cara mengarang-ngarang. Artinya, melebih-lebihkan sesuatu atau
mengadaadakan yang tidak ada. Sedangkan tema fantasi berupa nilai-nilai dalam
komunitas merupakan hal-hal yang dipahami bersama di dalam komunitas. Nilai itu
disosialisasikan melalui berbagai cerita yang berkembang dan dibagi di dalam
komunitas tersebut.
1.
Tema Fantasi Berupa Inside Joke: Lord Tengku
Tema Fantasi Berupa Inside Joke: Lord Tengku
Pembicaraan mengenai seorang individu bernama Tengku memang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan dalam komunitas Stand Up Indo Pekanbaru. Meskipun bukan termasuk anggota komunitas, namun kehadiran sosok Tengku menjadikan suatu hiburan tersendiri di kalangan anggota komunitas. Ketertarikannya pada stand up comedy menjadikan ia sering mengikuti ajang open mic hampir di setiap kesempatan. Sampai akhirnya salah seorang anggota komunitas bernama Faqih, menemukan akun twitter Tengku dan memantau isi timeline-nya. Faqih mendapati twit-twit Tengku berisi kalimat-kalimat aneh dan absurd. Twitter Tengku juga banyak terdapat foto selfie nya yang unik dengan pose yang menggelitik. Keunikan tersebut Faqih ceritakan ke anggota komunitas lainnya sehingga berhasil mengundang antusiasme comic lainnya. Keunikan tersebut menjadi sesuatu yang dianggap lucu dan menjadi bahan perbincangan di kalangan komunitas. Sejak saat itu, kehadiran Tengku menjadi pusat perhatian di komunitas.
Karena perilakunya yang unik dan rasa
percaya dirinya yang tinggi, akhirnya anggota komunitas pun mulai
mengagungagungkan namanya setiap kali ia naik ke atas panggung. Mengagungkan di
sini bukan dalam arti yang sesungguhnya, melainkan sindiran halus yang
ditujukan untuk Tengku. Sindiran itu merupakan bentuk kejahilan anggota
komunitas. Mengagung-agungkan Tengku diwujudkan oleh komunitas dengan menambahkan
gelar ‗Lord‘ di depan namanya, sehingga sapaannya kini menjadi ‗Lord Tengku‘.
Tingkah lakunya yang aneh serta sikapnya yang percaya diri merupakan simbol
yang memancing anggota komunitas untuk menginterpretasikan makna tentang
dirinya saat mereka berinteraksi dalam kelompok. Mereka saling bertukar makna
simbolik masingmasing melalui berbagai cerita dan komentar. Saat itu terjadi
apa yang dinamakan dengan proses interaksi simbolik.
Berbagai makna simbol mengenai tingkah
laku Tengku yang disampaikan masing-masing individu akan mengalami penyatuan
(konvergensi). Berawal dari berbagi cerita mengenai tingkah lakunya yang aneh
namun berhasil mengundang tawa di kalangan komunitas. Kemudian dikaitkan dengan
fenomena netizen yang ramai menyindir kesombongan pemain sepak bola Arsenal,
Nicklas Bendtner, dengan sebutan Lord Bendtner. Makna kedua cerita (simbol)
tersebut menyatu menghasilkan suatu cerita baru berupa inside joke, sehingga
menjadi cerita milik bersama. Cerita bersama inilah yang kemudian disebut
dengan tema fantasi.
2.
Tema Fantasi Berupa Nilai-Nilai: Penampilan
Comic
Komunitas Stand Up Indo Pekanbaru
memiliki nilai-nilai dalam dunia stand up comedy yang dipahami bersama oleh
anggota, yakni nilai penampilan comic. Secara umum, penampilan comic dinilai
dengan dua hal, yaitu lucu dan tidak lucu. Secara khusus di dalam komunitas,
dalam menilai penampilan comic, anggota komunitas mengenal dua istilah, yakni
‗pecah‘ dan ‗nge-bomb‘. ‗Pecah‘ merujuk kepada penampilan comic yang dinilai
lucu, sehingga berhasil memecahkan tawa penonton. Sementara ‗nge-bomb‘
merupakan arti sebaliknya. Kesuksesan sebuah pertunjukan stand up comedy
dinilai dari penampilan comic-nya. Berdasarkan hasil observasi peneliti,
penilaian terhadap penampilan comic itulah yang merupakan hasil konvergensi
simbolik dalam komunitas. Sehingga terbentuklah fantasi dengan tema ‗penampilan
comic‘.
Setelah melalui proses interaksi
simbolik, lebih lanjut komunikasi kelompok dalam komunitas tersebut mengarah
pada proses konvergensi simbolik. Peneliti menemukan bahwa interaksi simbolik
mengenai suatu pertunjukan dibagi saat mereka sedang berkomunikasi. Berbagai
makna simbol mengenai penilaian pertunjukan yang disampaikan masing-masing
individu akan mengalami penyatuan (konvergensi). Berawal dari berbagi cerita
mengenai penampilan comic yang lucu dan mampu mengundang tawa penonton sehingga
berhasil memecahkan suasana. Kemudian dikaitkan dengan fenomena masyarakat yang
menggunakan istilah ‗pecah‘ dalam menilai suatu pertunjukan yang sukses. Maka,
makna kedua fenomena (simbol) tersebut
menyatu menghasilkan suatu cerita baru berupa penampilan comic, sehingga
menjadi nilai yang dipahami bersama. Nilai yang dipahami bersama inilah yang
kemudian disebut dengan tema fantasi.
Proses Pembentukan Isyarat Simbolik yang Terdapat Pada Tema Fantasi dalam Komunikasi Kelompok Komunitas Stand Up Indo Pekanbaru
Isyarat simbolik merupakan sebuah kode
yang terdiri dari ungkapan, slogan, maupun gesture dari suatu tema fantasi.
Artinya, isyarat simbolik merupakan produk lanjutan dari tema fantasi. Apabila
kode tersebut diungkapkan, maka anggota komunitas akan langsung memaknai kode
tersebut dengan tuntas sesuai dengan pemahaman tema fantasi yang telah dibangun
di dalamnya.
1.
Isyarat Simbolik: Sebutan ‘Lord’
Isyarat Simbolik: Sebutan ‘Lord’
Sebutan tersebut merupakan isyarat
simbolik yang terbentuk dari hasil rangkaian fantasi komunitas Stand Up Indo
Pekanbaru mengenai sosok Tengku. Isyarat simbolik berupa sebutan Lord‘
merupakan produk lanjutan dari tema fantasi berupa inside joke mengenai Tengku.
Sebutan Lord‘ yang ditujukan pada Tengku merupakan hasil dramatisasi pesan
(fantasi) yang dilakukan oleh komunitas Stand Up Indo Pekanbaru saat
berinteraksi. Ide tersebut mereka adopsi dari fenomena netizen yang menyindir
pemain sepak bola Arsenal, Nicklas Bendtner, dengan sebutan Lord Bendtner‘
seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya. Lord merupakan sebutan dalam
bahasa Inggris yang artinya yang mulia‘. Secara harfiah sebutan itu digunakan
untuk mengagung seseorang atas kekuasaan yang dimilikinya. Namun di dalam
komunitas, sebutan Lord‘ justru ditujukan untuk mengagungkan seseorang yang
memiliki tingkah laku aneh, sebagaimana yang dialami Tengku. Menurut informan,
Tengku memiliki tingkah laku yang aneh namun memiliki sikap percaya diri yang
tinggi, sehingga ia dipandang unik di kalangan komunitas. Keunikannya tersebut
membuat apapun yang dilakukan dan dikatakannya dianggap lucu oleh komunitas.
Hal itu menjadi hiburan tersendiri bagi komunitas. Sebutan Lord Tengku‘
disepakati bersama sebagai kode yang melambangkan inside joke mengenai Tengku
2.
Isyarat Simbolik: Istilah ‘Pecah’ dan ‘Nge-bomb’
Isyarat Simbolik: Istilah ‘Pecah’ dan ‘Nge-bomb’
Pada tema fantasi mengenai penampilan
comic, peneliti menemukan bahwa anggota komunitas sering menggunakan istilah
‗pecah‘ dan ‗ngebomb‘ dalam menilai penampilan comic. Istilah tersebut
merupakan wujud isyarat simbolik yang terbentuk dari hasil rangkaian fantasi
komunitas Stand Up Indo Pekanbaru mengenai penampilan comic. Istilah tersebut
mengadopsi istilah yang digunakan oleh Ramon Papana dalam diktatnya yang
berjudul ‗Dasar-Dasar Stand Up Comedy‘. Ramon Papana adalah nama besar dibalik
berkembangnya stand up comedy di Indonesia. Bahkan jauh sebelum lahirnya stand
up comedy di Indonesia, istilah ‗pecah‘ sebenarnya sudah sering digunakan oleh
kalangan masyarakat ibukota untuk menilai penampilan pertunjukan yang
spektakuler. Sementara untuk istilah ‗nge-bomb‘, beliau mengadopsinya langsung
dari istilah yang digunakan oleh negara barat.
Isyarat
simbolik berupa istilah ‗pecah‘ dan ‗nge-bomb‘ merupakan produk lanjutan dari
tema fantasi berupa nilai-nilai penampilan comic yang dipahami bersama dalam
komunitas. Kedua istilah tersebut merupakan hasil dramatisasi pesan (fantasi)
yang dilakukan oleh pendiri stand up comedy di Indonesia saat berinteraksi.
Berawal dari satu orang yang menggunakan istilah itu, kemudian diikuti oleh
yang lainnya. Kemudian istilah tersebut disosialisasikan dan dipahami bersama
oleh seluruh komunitas stand up comedy di Indonesia, termasuk komunitas Stand
Up Indo Pekanbaru.
Istilah ‗pecah‘ dan ‗nge-bomb‘
disepakati bersama sebagai kode yang melambangkan nilai-nilai dalam penampilan
comic. Istilah ‗pecah‘ mewakili penampilan comic yang dinilai lucu, sedangkan
‗ngebomb‘ adalah sebaliknya. Secara harfiah, kata pecah menggambarkan keadaan
suatu benda yang hancur. Menurut informan, kata tersebut sengaja dipilih karena
penampilan comic yang lucu mampu memancing tawa penonton. Penonton yang tertawa
lepas mampu ‗memecahkan‘ suasana keheningan. Sedangkan istilah ‗nge-bomb‘
diadopsi langsung dari istilah stand up comedy yang digunakan di negara-negara
Barat.
Bentuk Rantai Fantasi yang Menggunakan Tema Fantasi dalam Komunikasi Kelompok Komunitas Stand Up Indo Pekanbaru
Berbagai cerita fantasi dibagi bersama
dalam obrolan yang terjadi di dalam komunitas. Upaya dramatisasi pesan
menggunakan tema fantasi dibagi bersama di antara anggota, sebagaimana yang
peneliti temui pada saat berinteraksi langsung dengan anggota komunitas.
Berikutnya peneliti akan menggambarkan rantai fantasi yang menggunakan tema
fantasi dalam komunitas Stand Up Indo Pekanbaru.
1.
Lord Tengku
Lord Tengku
Salah
satu bentuk rantai fantasi mengenai Tengku terjadi pada tanggal 9 April 2016
lalu saat peneliti melakukan obrolan santai dengan beberapa anggota komunitas
usai mengadakan audisi Gelak Tawa Academy (GTA). Gelak Tawa Academy adalah
ajang kompetisi stand up comedy untuk kalangan mahasiswa Universitas Riau.
Obrolan tersebut melibatkan peneliti langsung dengan tiga orang anggota
komunitas Stand Up Indo Pekanbaru lainnya, yakni Amdan, Adrian, dan David.
Amdan: Finalis GTA ntar bakal tanding di foodcourt MTC Panam selama lima minggu.
Adrian
: Ntar yang menang kompetisi ini bakal battle dengan pemenang dari UIN (UIN
Suska). UIN kan ngadain kompetisi juga, namanya Jihad Tawa Competition. Tapi
mereka udah jalan duluan kompetisinya.
Peneliti
: (Fantasi) Berarti ntar yang menang bakal battle lawan Lord Tengku dong?
Adrian
: (Fantasi) Nggak. Lord Tengku nanti yang jadi hadiahnya.
David
: Nggak ada yang mau menang lah kalau itu hadiahnya. (tertawa)
Adrian
: Lagian dia udah ga mau stand up lagi katanya.
Peneliti
: Loh, kenapa?
Adrian
: (Fantasi) Soalnya sekarang dia udah jadi penjinak bom.
Rangkaian fantasi dalam penggalan obrolan di atas menggambarkan proses dramatisasi pesan mengenai keterlibatan Tengku dalam dunia stand up comedy. Rangkaian fantasi tersebut menghasilkan suatu fantasi yang berantai. Dari obrolan tersebut, terdapat tiga kali upaya dramatisasi pesan (fantasi). sebagai berikut:
· Fantasi pertama disampaikan oleh peneliti sebagai upaya memicu (stimulus) partisipan lainnya untuk ikut melemparkan fantasinya. Peneliti menanyakan ―Berarti ntar yang menang bakal battle lawan Lord Tengku dong?
· Fantasi kedua disampaikan
oleh Adrian sebagai wujud umpan balik (respon) terhadap fantasi yang
dilemparkan peneliti. Adrian menjawab ―Nggak. Lord Tengku nanti yang jadi
hadiahnya.
· Fantasi ketiga kembali
disampaikan Adrian. Kali ini merupakan respon lanjutan yang masih dalam bentuk
fantasi. Adrian menambahkan ―Lagian sekarang dia udah jadi penjinak bom.
Dari ketiga poin di atas, bisa dilihat upaya berfantasi dengan cara mengarangngarang cerita perihal Tengku. Kenyataannya, hal-hal yang diutarakan tidak mungkin terjadi padanya. Seperti pertanyaan yang peneliti sampaikan di awal obrolan. Pertanyaan tersebut hanyalah upaya memancing anggota komunitas untuk ikut melempar fantasinya sehingga memompa semangat berinteraksi.
Ternyata Adrian masih belum puas. Ia
melemparkan fantasi untuk kedua kalinya sebagai wujud respon lanjutan atas
pertanyaan peneliti. Ia menambahkan bahwa saat ini Tengku sudah tidak berminat
lagi dengan stand up comedy. Hal itu dikarenakan ia (Tengku) sudah beralih
profesi menjadi penjinak bom. Semua partisipan komunikasi lainnya JOM FISIP
Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 10 sontak kembali tertawa mendengar cerita Adrian.
Karena kami sama-sama tahu bahwa Tengku adalah seorang mahasiswa, tidak mungkin
seorang mahasiswa tibatiba bisa berprofesi sebagai penjinak bom.
Penampilan Comic
Bentuk rantai fantasi menggunakan tema
fantasi penampilan comic peneliti temui pada saat komunitas mengadakan open mic
tanggal 27 April 2016 lalu. Dramatisasi pesan kali ini tidak mengandung unsur
kelakar, karena tema fantasi yang digunakan bukan merupakan inside joke dalam
komunitas, melainkan nilai-nilai yang dipahami bersama dalam komunitas. Obrolan santai terjadi antara peneliti
dengan dua orang anggota komunitas yaitu David dan Jopri. Berawal dari peneliti
yang menanyakan perihal hasil audisi Royal Combat yang berlangsung beberapa
hari yang lalu. Royal Combat merupakan kompetisi stand up comedy terbesar di
Riau yang melibatkan seluruh komunitas stand up comedy yang ada di Riau. Royal
Combat ini nantinya akan diadakan bersamaan dengan event Riau Comedy Festival
(Ricfest). Ricfest merupakan event stand up comedy terbesar se-Sumatra yang
mendatangkan 14 comic nasional dan akan ditonton oleh tiga ribu orang stand up enthusiast.
Nantinya peserta Royal Combat akan dinilai langsung oleh juri yang terdiri dari
beberapa orang comic kenamaan tanah air, salah satunya Ernest Prakasa.
Peneliti : Audisi Royal Combat kemaren ada cewek yang lolos nggak?
David
: Kurang tau, kak. David ga nonton kemaren. Jop, ada cewek yang lolos Royal
Combat nggak?
Jopri
: Ada. Octha sama Ira dari UIN. ‗Pecah‘ kali orang tu mainnya
Peneliti
: Bang Jop sendiri gimana hasilnya?
Jopri
: Lolos sih, soalnya bawain materi yang udah lama juga. (Fantasi) Kebayang nih
besok nampil depan 3000 penonton terus dinilai sama Ernest. Takut grogi, blank,
trus ‗nge-bomb’.
Peneliti
: Pasti bisa tuh. Materinya kan udah ditulis. Lagian bang Jop kan juga udah
sering bawainnya. Mudah-mudahan bisa lebih santailah.
David
: Materi tu emang penting ditulis lengkap-lengkap kak. Kemaren ada tuh peserta
Jihad Tawa yang di UIN. Minggu pertama kompetisi itu asli ‗pecah‘ kali
ngomic-nya. Giliran minggu kedua dia nya malah ‗nge-bomb’.
Peneliti
: Kenapa?
David
: Katanya nggak sempat nulis materi karena sibuk buat tugas. Dia cuma nulis
poin-poin penting materinya aja. (Fantasi) Coba seandainya dia tulis materinya
lengkap-lengkap, yakin David dia bakal ‗pecah‘ ngomic-nya. Soalnya David lihat
sense of comedy nya bagus. Cuman ya karena dia grogi, jadinya ‗ngebomb’.
Obrolan di atas menggambarkan bentuk rantai fantasi mengenai penampilan comic pada saat ber-stand up comedy. Rangkaian fantasi tersebut menghasilkan suatu fantasi yang berantai. Obrolan tersebut hanyalah bentuk rantai fantasi lanjutan. Dari obrolan tersebut, terdapat dua kali upaya fantasi. sebagai berikut:
· Fantasi pertama disampaikan oleh Jopri sebagai wujud kekhawatirannya terhadap kondisi penampilannya di masa depan. Ia membayangkan kejadian di masa depan dengan cara mendramatisasi kejadian tersebut dalam percakapan. Ia mengatakan ―Kebayang nih besok nampil depan 3000 penonton terus dinilai sama Ernest. Takut grogi, blank, trus ‗nge-bomb’.
· Fantasi kedua disampaikan
oleh David sebagai wujud ekspektasinya terhadap kejadian di masa lalu. Ia
membayangkan kejadian di masa lalu dengan cara mendramatisasi kejadian tersebut
dalam percakapan. Ia mengatakan ―Coba seandainya dia tulis materinya
lengkap-lengkap, yakin David dia bakal ‗pecah‘ ngomic-nya. Soalnya David lihat
sense of comedy nya bagus. Cuman ya karena dia grogi, jadinya ‗nge-bomb’
Dari kedua poin di atas, bisa dilihat upaya dramatisasi fantasinya dengan cara mengarang-ngarang cerita perihal penampilan comic. Kenyataannya, hal-hal yang diutarakan belum tentu benar-benar terjadi. Seperti kekhawatiran yang diutarakan Jopri. Kekhawatiran itu memicunya untuk berfantasi. Ia membayangkan situasi saat kompetisi nantinya akan membuatnya grogi, sehingga penampilannya ‗nge-bomb‘. Kekhawatiran tersebut menimbulkan rasa simpati peneliti untuk memberi dukungan pada Jopri. Peneliti mencoba meyakinkan Jopri bahwa penampilannya akan sukses, karena materi yang ia bawa nantinya adalah materi yang sudah teruji. Materi yang teruji adalah materi yang sudah pernah ditulis dan mengalami beberapa kali perbaikan.
Fantasi yang diungkapkan Jopri memancing
David untuk mengungkapkan fantasinya pula. David menjelaskan tentang pentingnya
untuk menulis materi secara lengkap demi menghindari momen ‗nge-bomb‘. Karena
hal serupa juga dialami oleh peserta Jihad Tawa Competition beberapa hari
sebelumnya. David mendramatisasi kejadian di masa lalu. Ia membayangkan,
seandainya saja peserta Jihad Tawa Competition itu mau menulis materinya secara
lengkap, ia yakin penampilannya akan ‗pecah‘. Karena David melihat peserta
tersebut memiliki sense of comedy yang bagus, tetapi dikarenakan materinya
tidak ditulis dengan baik, lalu ia grogi, dan akhirnya penampilannya
‗nge-bomb‘.
Ungkapan kekhawatiran Jopri dengan cara
membayangkan fantasinya di masa depan mampu menarik simpati peneliti dan
memancing David untuk melemparkan fantasinya pula. Ketika peneliti dan David
menanggapi fantasi yang disampaikan Jopri, maka obrolan tersebut telah memasuki
tahap rantai fantasi.
KESIMPULAN
Secara spesifik, hasil penelitian dapat
disimpulkan pada beberapa poin berikut:
1. Proses pembentukan tema fantasi dalam
komunikasi kelompok komunitas Stand Up Indo Pekanbaru berawal dari interaksi
simbolik yang mengarah pada konvergensi simbolik, kemudian dilanjutkan dengan
proses dramatisasi pesan. Pesan yang didramatisir mendapat tanggapan dari
partisipan lainnya yang membentuk rangkaian fantasi. Rangkaian fantasi tersebut
kemudian menghasilkan tema fantasi dalam kelompok. Adapun tema-tema fantasi
dalam komunitas Stand Up Indo Pekanbaru terdiri dari dua macam. Pertama, berupa
inside joke dan yang kedua, berupa nilai-nilai yang dipahami bersama. Tema
fantasi berupa inside joke membahas mengenai perilaku seseorang bernama Tengku,
sehingga tercipta fantasi dengan tema ‗Lord Tengku‘. Sedangkan tema fantasi
berupa nilai-nilai yang dipahami bersama membahas tentang penampilan comic. JOM
FISIP Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016 12
2. Isyarat simbolik yang terbentuk dalam
komunitas Stand Up Indo Pekanbaru merupakan hasil adopsi, artinya isyarat
simbolik tersebut sudah pernah digunakan sebelumnya. Tema fantasi ‗Lord Tengku‘
menghasilkan isyarat simbolik berupa sebutan ‗Lord‘. Sedangkan tema fantasi
‗penampilan comic’ menghasilkan isyarat simbolik berupa istilah ‗pecah‘ dan
‗nge-bomb‘.
3. Bentuk rantai fantasi dalam
komunikasi kelompok komunitas Stand Up Indo Pekanbaru menghasilkan rangkaian
dramatisasi pesan (rantai fantasi) yang menarik. Tema fantasi ‗Lord Tengku‘
menghasilkan tiga kali upaya fantasi bernada kelakar oleh partisipannya. Sementara
tema fantasi ‗penampilan comic‘ menghasilkan dua kali upaya fantasi dengan cara
membayangkan suatu kejadian, yakni kejadian di masa lalu dan kejadian di masa
depan.
Saya ingat kamu sudah maju presentasi topik ini. Tapi ya ampun Yudhy, contoh jurnalnya kepanjangan banget. Bisa dong diringkas supaya lebih nyaman dibaca, bukan cuma untuk saya tp juga buatmu. Dan, kenapa nggak bikin blog khusus mata kuliah saya?
BalasHapusIni sih gabung sama Jurnalistik ya?
Nilai: 78